Sabtu, 12 Januari 2008

Semangat Menyambut Panggilan Dawah

MukadimahBersemangat dalam menyambut panggilan da'wah menunjukkan adanya keseriusan (jiddiyah) karena keseriusan adalah salah satu ciri kader militan. Keimanan seseorang belum sempurna kecuali apabila mendengar panggilan Allah dan Rasul-Nya segera menyambut panggilan tersebut dengan senang hati dan penuh semangat, Al-Qur'an mengingatkan kita tentang hal itu
"Hai orang--orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan". (Al-Anfal :24 ).Kader da'wah apabila mendengar panggilan da'wah ia sambut dengan kata-kata "sam'an wa tha'atan" (kami dengar dan kami taati) "labaik wa sa'daik" (kami siap melaksanakan perintah dengan senang nati). Para sahabat Rasul di saat menjelang perang Badar, ketika Rasul ingin mengetahui kesiapan mereka untuk perang menghadapi musyrikin Quraisy, mengingat tujuan awal mereka bukan untuk perang tetapi untuk menghadang kafilah dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan, namun kafilah itu berhasil meloloskan diri dari hadangan kaum muslimin, maka Rasul bermusyawarah dengan mereka tentang apa harus dilakukan.
Dari kalangan Muhajirin Abu Bakar dan Umar bin Khattab menyambut baik untuk terus maju ke medan pertempuran. Sedangkan Miqdad bin `Amru mengatakan :
"Wahai Rasulullah, laksanakanlah apa yang telah diberitahukan Allah kepadamu, kami tetap bersamamu. Demi Allah kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan Bani Israel kepada Nabi Musa,yaitu "Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami tetap duduk di sini". Tetapi yang kami katakan kepadamu adalah : "Pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah, kami ikut berperang bersamamu". Demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran, seandainya kamu mengajak kami ke Barkul Ghimad (suatu tempat di Yaman, red ) pasti kami tetap mengikutimu sampai di sana.
Setelah sahabat Muhajirin, sahabat Anshar yang diwakili oleh Sa'ad bin Mu'adz menyampaikan sikapnya :
"Kami telah beriman kepadamu dan kami bersaksi bahwa apa yang kamu bawa adalah benar, atas dasar itu kami telah menyatakan janji untuk senantiasa taat dan setia kepadamu. Wahai Rasulullah lakukanlah apa yang kau kehendaki, kami tetap bersamamu.Tidak ada seorangpun diantara kami yang mundur dan kami tidak akan bersedih jika kamu menghadapkan kami dengan musuh esok hari. Kami akan tabah menghadapi peperangan dan tidak akan melarikan diri. Semoga Allah akan memperlihatkan kepada kamu apa yang sangat kamu inginkan dari kami. Marilah kita berangkat untuk meraih ridha Ilahi.
Dalam riwayat lain, bahwa Saad bin Muadz berkata kepada Rasulullah,
"Barang kali kamu khawatir jika kaum Anshar memandang bahwa mereka wajib menolongmu hanya di negeri mereka. Saya sebagai wakil kaum Anshar menyatakan, jalankan apa yang kau kehendaki, jalinlah persaudaraan dengan siapa saja yang kau kehendaki dan putuskanlah tali persaudaraan dengan siapa saja yang kau kehendaki. Ambillah harta benda kami sebanyak yang kau perlukan dan tinggalkanlah untuk kami seberapa saja yang kamu sukai, apa saja yang kau ambil dari kami itu tebih kami sukai daripada yang anda tinggalkan. Apapun yang kamu perintahkan maka kami akan mengikutinya, demi Allah jika kamu berangkat sampai ke Barkul Ghimad kami akan berangkat bersamamu, demi Allah seandainya kamu menghadapkan kami pada lautan kemudian kamu terjun ke dalamnya maka kamipun akan terjun ke dalamnya bersamamu. (Rakhikul Makhtum 285-286 ).
Hasan Al-Banna berkata da'wah pada tahap pembinaan (takwin) shufi disisi ruhiyah dan askari (kedisiplinan) dari sisi amaliyah (operasional), slogannya adalah amrun wa thoatun (perintah dan laksanakan ) tanpa ada rasa bimbang, ragu, komentar, dan rasa berat'. (Risalah Pergerakan 2).
Empat Aspek Ruhul Istijabah
1. Istijabah Fikriyah (Menyambut dengan pikiran /dengan sadar).
Kader da'wah ketika mendapat tugas dari Murobbi, Pembina, maupun Qiyadah tidak hanya sekadar melaksanakan perintah dan tugas, tetapi ia sadar betul apa yang dikerjakannya adalah dalam rangka taat kepada Allah dan meraih ridho-Nya, bila dilakukan mendapat pahala dan bilatidak dilakukan dosa.
Karena itu para kader da'wah harus memahami, bahwa melaksanakan perintah dan tugas yang datang dari Murobbi, Pembina atau Qiyadah dalam rangka taat kepada Allah. karena Allah telah mewajibkan taat kepada pemimpin:
"Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul serta (taatilah) pemimpin kamu... " (An-Nisaa:59).
Demi laksananya tugas secara maksimal maka seorang kader selalu memikirkan tentang bagaimana cara melaksanakan tugas dengan baik, maka ia harus memperhatikan waktu, cara dan sarana yang tepat sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai perintah, rencana, tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.
Bahkan harus memiliki kemampuan memberikan saran, pendapatdan dan pandangannya demi terselenggaranya program dengan baik, seperti yang dilakukan oleh sahabat Habab bin Al Mundzir ketika mengusulkan tempat yang strategis untuk posisi pasukan kaum muslimin pada perang Badar.
Habab berkata, "Wahai Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda menerima wahyu dari Allah sehingga tidak dapat diubah lagi, ataukah strategi perang? Rasulullah menjawab, tempat ini kupilih berdasarkan strategi perang".
Kemudian Habab berujar kembali "Wahai Rasulullah tempat ini tidaklah strategis. Ajaklah pasukan pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya, kemudian kita buat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum". Rasulullah menjawab, "Pendapatmu sungguh baik".
Begitu pula, pada saat pasukan koalisi, yang terdiri dari kaum Musyrikin, bangsa Yahudi dan orang-orang Munafik menyerang Madinah, sahabat Salman Al-Farisi menyampaikan usulannya kepada Rasulullah yaitu menggali parit di sekeliling Madinah, kemudian Rasulullah menerima usulan tersebut dan menjadi strategi perang yang ditetapkannya sehingga perang itu diberi nama dengan perang Khandak (parit).
Pada perang Qodisiah, perang antara tentara pasukan Persia, yang terjadi di Irak pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Qoqo bin Amr terus berpikir untuk menaklukkan pasukan bergajah yang menjadi andalan pasukan Persia. Sampai akhirnya Qoqo mendapatkan sebuah ide,untuk membuat patung gajah, agar kuda-kuda milik kaum Muslimin terbiasa melihat gajah sehingga ketika kuda-kuda itu berhadapan dengan gajah-gajah yang sebenarnya, tidak takut menghadapinya. Ternyata ide Qoqo ini menghasilkan buah. Pada perang Qodisiah tentara kaum Muslimin berhasil menaklukan tentara Persia yang mengandalkan pasukan bergajahnya. Khalifah Umar bin khattab pernah berucap, "Tidak akan terkalahkan kaum muslimin selama di sana ada Qoqo bin Amr".
Dalam surat Ar-Ra'd ayat 19 Allah mengingatkan kita akan keistimewaan orang-orang mengoptimalkan akal pikirannya: "Apakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar, sama dengan orang yang buta (tidak menggunakan akal pikirannya). Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran ".
2. Istijabah Nafsiyah (Menyambut dengan perasaan/emosi).
Para aktivis dan kader da'wah bila mendapat perintah dan tugas, baik tarbawi, da'awi maupun tanzhimi harus menyambutnya dengan perasaan senang, gembira, bahagia dan bersemangat untuk melaksanakannya.
Janganlah perintah dan tugas itu disambut dengan rasa berat, malas, enggan dan tidak bergairah. Apapun kondisi yang terjadi pada diri kita, baik dalam keadaan susah, berat maupun kekuatan ma'nawiyah tidak mendukung, apalagi dalam keadaan bergembira.
Bila datang panggilan da'wah kita tidak boleh menolaknya atau merasa enggan dan malas memenuhnya. Allah berfirman: "Berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringgan ataupun ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (At-Taubah :41).
Kemudian pada ayat yang lain Allah menjelaskan,"Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu "Berangkatlah untuk berperang di jalan Allah"; kamu merasa berat dan ingin di tempatmu Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal keni'matan hidup di dunia itu dibandingkan dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ". (At-Taubah:38-39).
Para kader yang dibina oleh Rasulullah ketika mendengar panggilan jihad mereka berlomba-lomba untuk memenuhinya dengan harapan mendapat kesempatan mati syahid di jalan Allah. Kelemahan fisik tidak menjadi alasan untuk tidak berangkat memenuhi panggilan jihad, bahkan bila mereka tidak dapat memenuhi panggilan jihad karena udzur, mereka menangis. "Dan tidak berdosa atas orang-orang yang apabila datang kepadamu sepaya kamu memberi mereka kendaraan. Lalu kamu berkata :"Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu ". Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan". (At-Taubah:92).
Mereka begitu semangat dalam melaksanakan perintah da'wah, perintah tersebut dikerjakan dengan suka cita, riang, gembira serta bahagia, bila mereka dapat melakukannya dengan baik. Sebaliknya, mereka bersedih dan berduka cita bila tidak dapat menjalankan perintah walaupun disebabkan udzur.
3. Istijabah Maaliyah (Menyambut dengan harta).
Da'wah untuk menegakkan dinul Islam muka bumi adalah kerja besar bahkan tidak ada pekerjaan yang lebih besar darinya. Kerja besar ini membutuhkan dana yang besar pula sebagaimana lazimnya proyek besar.
Dalam proyek da'wah pendanaan ditanggung oleh para da'i sendiri. Berkorban dengan harta dan jiwa sudah menjadi satu paket yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya. Seperti apa yang Allah sampaikan dalam Qur'an, "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka... " (At-Taubah : 111).
Kemudian ayat lain Allah menjelaskan, "Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan imu dari azab yang pedih? Yaitu, kamu beriman pada Allah dan RasuINya dan berjihad di jalan Alllah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya." (As-Shaff : 10- 11).
Kader da'wah tidak pelit dengan hartanya untuk pembiayaan berbagai kegiatan da'wah dalam da'wah para kader dan aktivis siap mengorbankan hartanya, jangan mengharapkan keuntungan materi serta harta benda dari da'wah. Khadijah isteri Rasulullah telah memberikan seluruh kekayaannya untuk kepentingan da'wah. Pada perang tabuk kaum muslimin berlomba-lomba menginfakkan hartanya dan bersodaqah. Usman bin Affan sebelumnya telah menyiapkan kafilah dagang yang akan berangkat ke Syam berupa dua ratus o­nta lengkap dengan pelana serta barang-barang yang berada di atasnya, beserta dua ratus uqiyyah. Setelah mendengarpengumuman Rasulullah, Usman datang pada Rasul kemudian men-shadaqah-kan semua itu. Kemudian Usman menambah lagi seratus o­nta dengan pelana dan perlengkapannya. Kemudian beliau datang lagi membawa seribu dinar diletakkan di pangkuan Rasulullah. Rasulullah memperhatikan apa yang dishadaqahkan oleh Usman itu seraya berkata:
"Apa yang diperbuat oleh Usman setelah ini, tidak akan membahayakannya". Usman terus bershadaqah hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus ekor o­nta dan seratus ekor kuda, belum termasuk uang.
Setelah Usman selesai memberikan shadaqah, giliran Abdur Rahman bin Auf datang membawa Dua ratus uqiyyah perak, tak lama setelah AbdurRahman, datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh hartanya yang jumlahnya empat ribu dirham, sampai-sampai beliau tidak menyisakan hartanya untuk keluar-ganya kecuali Allah dan Rasulnya. Kemudian shahabat-shahabat yang lain berdatangan. Umar menyerahkan setengah hartanya. Al-Abbas datang menyerahkan hartanya yang cukup banyak. Thalhah, Sa'ad bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah semuanya datang menyerahkan shadaqahnya. Tidak ketinggalan Ashim bin Adi datangmenyerahkan sembilan puluh wasaq kurma. Kemudian diikuti sahabat yang lain mulai dari yang sedikit sedikit sampai yang banyak. Sampai ada di antara mereka yang berinfaq dengan segenggam atau dua genggam kurma, karena hanya itu yang mereka mampu lakukan. Kaum wanitapun menyerahkan berbagai perhiasan yang yang mereka miliki, seperti gelang tangan,gelang kaki, anting-anting dan cincin. Tidak ada seorangpun yang kikir menahan hartanya kecuali orang-orang munafiq.
Allah berfirman :"Orang-orang Munafiq yang mencela orang-orang Mu'min yang memberi shadaqah dengan sukarela, dan merekapun menghina orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dishadaqahkan sekedar kesanggupannya". (At-Taubah :79)
4. Istijabah Harakiyah (Menyambut dengan aktivitas)
Aktivis da'wah adalah yang orang aktif dalam kegiatan da'wah, selalu hadir dalam kegiatan da'wah dan berusaha untuk berada di barisan orang-orang mengutamakan kerja daripada berbicara. Bahkan berupaya untuk berada di garda terdepan dalam mempertahankan dan membela Islam. Perlu diingat, tugas da'wah yang diemban aktivis sangat banyak, lebih banyak dari waktu yang tersedia.
Tugas-tugas itu antara lain, pertama: Kewajiban dalam Tarbiyah, tujuannya, agar kualitas dan mutu kader semakin baik. Kedua: Kewajiban dalam Da'wah, tujuannya, agar penyebaran da'wah semakin luas. Ketiga: Kewajiban yang sifatnya tanzhimiyah, bertujuan, agar amal jama'i stuktural semakin kokoh.
Bila kita pelajari siroh Nabawiyah dan siroh As-Salaf As-Shalih, kita bisa lihat, pola kehidupan mereka. Mereka lebih banyak bekerja untuk umat dibanding untuk diri dan keluarga mereka karena kesibukan yang begitu padat hampir tidak ada waktu untuk istirahat, bahkan tidak menyempatkan diri untuk istirahat. Para sahabat Rasul tidak pernah berhenti berjihad di jalan Allah, sebagian ahli sejarah mencatat sebanyak seratus kali peperangan selama sepuluh tahun Rasul di Madinah, baik yang dipimpin langsung oleh Rasul dan yang dipimpin oleh sahabatnya. Baik itu pertempuran besar maupun yangkecil, baik yang jadi maupun tidak jadi perang. Sehingga jika diambil rata, peperangan terjadi sebulan sekali, artinya mobilitas jihad sangat tinggi. Begitupula di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq. Peperangan dilakukan selama dua tahun tiga bulan sepuluh hari, belum lagi peperangan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid yang jumlahnya sebanyak dua puluh kali peperangan yang dilakukan terus menerus secara berkesinambungan.
Melihat kondisi saat ini, dimana tuntutan da'wah begitu besar, yang disertai ancaman global, tentu hal ini, menuntut kesungguhan, keseriusan serta mobilitas da'wah dan jihad yang tinggi, jika tidakmaka kekuatan batil yang akan berkuasa di bumi ini. Dalam hal ini, Allah berfirman,
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan, ikutilah agama orang tua Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan begitu pula dalam al-Qur'an ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung". (Al-Hajj :76 ).
Penutup
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah pikiran kita terkonsentrasikan dan terfokuskan untuk memikirkan umat, memikirkan bagaimana cara yang efektif dalam melakukan da'wah untuk mereka. Sudahkah kita menyumbangkan pendapat, gagasan dan ide terbaik untuk kemajuan da'wah.
Sudahkah kita mempersembahkan kreatifitas untuk pengembangan da'wah yang lahir dari hasil kajian, telaah, renungan dan evaluasi kerja da'wah saat ini?!.
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita merasa gembira senang dan bahagia mana kala kita mendengar perintah, menerima tugas dan mendapatkan amanah da'wah.Apakah kita merasa bersedih, menangis dan merasa rugi jika kita tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik,tidak dapat ikut dalam kegiatan da'wah di saat uzur. Menyesalkah kita jika tidak dapat menyelesaikan tugas dengan baik ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, sudahkah kita mengeluarkan sebagian dari rizki yang kita dapatkan untuk kepentingan da'wah. Sudahkah kita berniat dan ber-Azam untuk menginfaqkan harta kita di jalan Allah?
Sudahkah kita miliki tabungan da'wah?
Ikhwah dan Akhwat fillah, betulkah kita sebagai aktivis da'wah, apa buktinya? Apa kontribusi riil kita untuk da'wah? Apa prestasi da'wah kita selama ini? Sudah berapa orang yang telah kita rekrut melaui da'wah fardiyah atau da'wah jamahiriyah? sudah berapa orang kader yang kita tarbiyah? Sudahkah kita menjadikan waktu, kerja, profesi dan seluruh aktivitas kita sebagai kegiatan da'wah ?!
Ikhwah dan Akhwat fillah, keimanan kita baru diakui oleh Allah apabila ada ruhul istijabah pada diri kita, dan baru akan sempurna iman kita jika aspek-aspek istijabah itu telah terpenuhi. Allah berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan terhadap orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah, akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada ikatan perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ". (Al-Anfal: 72).
"Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan kepada orang-orang muhajirin, mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan, rizki (ni'mat ) yang mulia ", (al-Anfal : 74)

Kamis, 03 Januari 2008

Ta’liful Qulub

“Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, yang telah saling mengenal maka ia (bertemu dan) menyatu, sedang yang tidak maka akan saling berselisih (dan saling mengingkari)”. (HR. Muslim)
Inilah karakter ruh dan jiwa manusia, ia adalah tentara-tentara yang selalu siap siaga, kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang perselisihannya adalah sumber bencana dan kelemahan. Jiwa adalah tentara Allah yang sangat setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan Yang Menciptakanya,. Allah berfirman yang artinya:
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelajakan semua (kekayaan) yang berada dibumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. 8:63)
Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk mempertemukannya selain ikatan akidah dan keimanan. Imam Syahid Hasan Al Banna berkata:“Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah adalah sekokoh-kokoh ikatan dan semulia-mulianya. Ukhuwah adalah saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan adalah saudara kembarnya kekufuran”. (Risalah Ta’lim, 193)
Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi karena Allah hati akan bertemu, hanya dengan membangun jalan ketaatan hati akan menyatu, hanya dengan meniti di jalan dakwah ia akan berpadu dan hanya dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam panji-panji jihad fi sabilillah ia akan saling erat bersatu. Maka sirami taman persaudaraan ini dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut:
1. Sirami dengan mata Air Cinta dan Kasih sayang
Kasih sayang adalah fitrah dakhil dalam jiwa setiap manusia, siapapun memilikinya sungguh memiliki segenap kebaikan dan siapapun yang kehilangannya sungguh ditimpa kerugian. Ia menghiasi yang mengenakan, dan ia menistakan yang menanggalkan. Demikianlah pesan-pesan manusia yang agung akhlaqnya menegaskan. Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh ketulusan cinta, bukan sikap basa basi dan kemunafikan. Taman ini hanya akan hidup oleh kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan. Ia akan tumbuh berkembang oleh suasana nasehat menasehati dan bukan sikap tidak peduli, ia akan bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap saling menjatuhkan, ia hanya akan mekar bunga-bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan bukan saling menelanjangi. Hanya ketulusan cinta yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini, maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu, egoisme dan emosi, suburkan nasihatnya dengan bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya dengan kejujuran dan keikhlasan diri. Maka niscaya ia akan menyejukkan pandangan mata yang menanam dan menjengkelkan hati orang-orang kafir (QS.48: 29).
2. Sinari dengan cahaya dan petunjuk jalan
Bunga-bunga tamannya hanya akan mekar merekah oleh sinar mentari petunjuk-Nya dan akan layu karena tertutup oleh cahaya-Nya. Maka bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat kesombongan, rasa kagum diri dan penyakit merasa cukup. Sebab ini adalah penyakit umat-umat yang telah Allah binasakan. Dekatkan hatimu dengan sumber segala cahaya (Alquran) niscaya ia akan menyadarkan hati yang terlena, mengajarkan hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang sakit dan mengalirkan energi hati yang sedang letih dan kelelahan. Hanya dengan cahaya, kegelapan akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga tanpak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan dari nafsu, nasehat dari menelanjangi, memahamkan dari mendikte, objektivitas dari subjektivitas, ilmu dari kebodohan dan petunjuk dari kesesatan. Sekali lagi hanya dengan sinar cahaya-Nya, jendela hati ini akan terbuka. “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al Quran ataukah hati mereka telah terkunci”. (QS. 47:24)
3. Bersihkan dengan sikap lapang dada
Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan maksimalnya adalah itsar ( mementingkan orang lain dari diri sendiri) demikian tegas Hasan Al Banna. Kelapangan dada adalah modal kita dalam menyuburkan taman ini, sebab kita akan berhadapan dengan beragam tipe dan karakter orang, dan “siapapun yang mencari saudara tanpa salah dan cela maka ia tidak akan menemukan saudara” inilah pengalaman hidup para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata untuk menjadi pedoman dalam kehidupan. Kelapang dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan bukan minta dipahami, selalu mendengar dan bukan minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap kelapangan dada yang benar bila kita masih selalu memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba perasaan orang lain dengan radar perasaan kita, menyelami logika orang lain dengan logika kita, maka kelapangan dada menuntut kita untuk lebih banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak berbuat dari sekedar berkata-kata. “Tidak sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya”. ( HR. Bukhari Muslim)
4. Hidupkan dengan Ma’rifat
Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan berma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benar ma’rifat, ma’rifat bukanlah sekedar mengenal atau mengetahui secara teori, namun ia adalah pemahaman yang telah mengakar dalam hati karena terasah oleh banyaknya renungan dan tadabbur, tajam oleh banyaknya dzikir dan fikir, sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada sedikitpun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak akan menambah amal atau menyelesaikan masalah terlebih menfitnah atau menggosip orang. Hanya hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak bercerita lagi berbicara) dan inilah ciri kedunguan seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi dan berkontribusi. “Diantara ciri kebaikan Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang sia-sia”. ( HR. At Tirmidzi).
5. Tajamkan dengan cita-cita Kesyahidan
“Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial membuat kegaduhan” inilah pengalaman medan para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi dalam kehidupan berjamaah ini. Kerinduan akan syahid akan lebih banyak menyedot energi kita untuk beramal dari berpangku tangan, lebih berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal yang cabang. “Dan barang siapa yang meminta kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah akan menyampaikanya walaun ia meninggal diatas tempat tidurnya”. ( HR. Muslim)
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahay-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong”.
Amin…

7 indikasi Kebahagiaan Dunia

Saudaraku…
Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid. Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi'in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia.
Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :
Pertama, Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.
Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona'ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah.
Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :"Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita". Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap "bandel" dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi.
Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!
Kedua. Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh. Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.
Ketiga, al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : "Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?"Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: "Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu". Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah. Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh.
Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita.
Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.
Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya.
Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.
Kelima, al malul halal, atau harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus", kata Nabi SAW, "Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan". Berbahagialah menjadi orang yang hartanya halal karena doanya sangat mudah dikabulkan Allah. Harta yang halal juga akan menjauhkan setan dari hatinya, maka hatinya semakin bersih, suci dan kokoh, sehingga memberi ketenangan dalam hidupnya. Maka berbahagialah orang-orang yang selalu dengan teliti menjaga kehalalan hartanya.
Keenam, Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.
Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya.
Semangat memahami agama akan meng "hidup" kan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.
Ketujuh, yaitu umur yang baroqah.
Umur yang baroqah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome). Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya. Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat "hidup" orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah.
Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu' mungkin membaca doa `sapu jagat' , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut "Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw" (yang artinya "Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia "), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah.
Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.
Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu "wa fil aakhirati hasanaw" (yang artinya "dan juga kebahagiaan akhirat"), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.
Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah.
Kata Nabi SAW, "Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga". Lalu para sahabat bertanya: "Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?". Jawab Rasulullah SAW : "Amal soleh saya pun juga tidak cukup". Lalu para sahabat kembali bertanya : "Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?". Nabi SAW kembali menjawab : "Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata".
Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).